Medan, Wartaindonesia.org — Cipayung Plus Sumut, gabungan organisasi mahasiswa PMII, IMM, HIMMAH, dan KAMMI, mengeluarkan pernyataan tegas menuntut Kapolri segera mengevaluasi Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H. dan jajaran bawahannya. (06/12/2025)
Desakan ini muncul akibat kelalaian serius yang berdampak pada keamanan dan ketertiban masyarakat di tengah bencana alam yang melanda wilayah Sumatera Utara. Di tengah kondisi darurat bencana alam, Kapolda Sumut dianggap gagal memberikan rasa aman yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kegagalan ini menjadi sorotan tajam ketika aparat tidak mampu menindak tegas rencana pelaksanaan Pertemuan Nasional aliran sesat Ahmadiyah yang dijadwalkan berlangsung pada 6-7 Desember 2025 di Masjid Mubarak, Jalan Krakatau Pasar 3, Kecamatan Medan Timur.
Acara yang diperkirakan dihadiri sekitar 400 orang ini dikhawatirkan dapat memicu ketegangan sosial dan konflik horizontal di tengah masyarakat yang mayoritas menolak keberadaan kegiatan tersebut. Cipayung Plus Sumut menilai Kapolda Sumut dan Dirintelkam serta jajaran bawahannya telah lalai dalam mengantisipasi dan mengawasi kegiatan yang berpotensi mengganggu ketenteraman umat beragama dan keamanan publik.
“Ketika masyarakat sedang berduka dan berjuang menghadapi bencana alam besar, aparat kepolisian di bawah pimpinan Irjen Whisnu justru menunjukkan sikap acuh tak acuh dengan membiarkan kegiatan ini berjalan tanpa tindakan tegas,” ujar perwakilan Cipayung Plus Sumut.
Kritik keras diarahkan pada lemahnya pengawasan serta ketidaktegasan aparat dalam menangani aktivitas Ahmadiyah yang dipandang membahayakan kerukunan dan ketentraman sosial. Cipayung Plus menuntut Kapolri untuk segera mengambil langkah tegas dengan mengevaluasi kinerja Kapolda dan Dirintelkam serta mengganti pejabat yang lalai atau tidak profesional dalam menjalankan tugas.
Selain itu, Cipayung Plus Sumut menyampaikan akan turun langsung ke lapangan untuk membubarkan acara tersebut jika aparat tidak segera bertindak. Ketegangan ini turut dirasakan masyarakat dan elemen warga sekitar yang terus memantau perkembangan situasi dengan waspada, mengantisipasi potensi benturan yang bisa menimbulkan kerusuhan.
Keprihatinan terhadap kinerja kepolisian ini menimbulkan keraguan besar mengenai profesionalisme dan integritas aparat di Sumatera Utara dalam menghadapi isu sensitif yang menyangkut konflik keagamaan.
Cipayung Plus menegaskan tidak ada tawar menawar bagi kelalaian terutama di tengah bencana alam yang sedang melanda. Jika Kapolri tidak segera merespons secara serius dengan evaluasi dan pergantian pimpinan yang dinilai gagal, risiko krisis keamanan dan sosial di wilayah Sumatera Utara akan semakin sulit dikendalikan.
“Justru di saat seperti ini seluruh elemen negara harus bersinergi menjaga stabilitas dan ketertiban masyarakat, bukan malah memperburuk situasi dengan sikap pasif dan lalai,” tutup pernyataan resmi Cipayung Plus Sumut.









