Medan, 12 November 2025 — Suara lantang mahasiswa menggema di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Rabu siang. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara (KAMSU) berdiri berjejer sambil mengangkat spanduk bertuliskan “Selamatkan Dunia Pendidikan di Labura”
Mereka datang bukan sekadar berorasi. Mereka membawa misi moral: meminta Kejati Sumut mengambil alih dan mengusut tuntas dugaan korupsi di dunia pendidikan, khususnya di SDN 115457 Teluk Pulai Dalam, Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Syahril Anwar Hasibuan, koordinator aksi, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengumpulkan bukti awal dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang seharusnya digunakan untuk mencerdaskan generasi muda, justru diduga menjadi “ladang bancakan” bagi oknum tertentu.
“Kami menemukan indikasi manipulasi Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS), mark-up harga pengadaan barang dan jasa, hingga pelanggaran terhadap petunjuk teknis penggunaan dana BOS,” ujar Syahril melalui pengeras suara.
Mahasiswa juga menyoroti pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Pelanggaran yang mereka temukan antara lain:
1. Honorarium guru non-ASN yang melebihi batas maksimal 20% dari pagu BOS reguler.
2. Kelalaian penyediaan buku dan sarana pembelajaran yang berdampak pada menurunnya mutu pendidikan siswa.
Aksi KAMSU berlangsung damai, namun penuh semangat. Satu per satu mahasiswa bergantian berorasi menuding keras dugaan penyalahgunaan dana BOS. Mereka tidak hanya menuntut transparansi, tetapi juga menyerahkan dokumen berisi temuan lapangan kepada pihak Kejati Sumut sebagai bukti awal dugaan korupsi.
“Kami bukan hanya menuding tanpa dasar. Kami membawa data yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam laporan keuangan sekolah dan pengadaan barang,” tegas Syahril.
Dalam pernyataannya, KAMSU mendesak agar Kejaksaan Tinggi Sumut segera membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus tersebut. Mereka menuntut agar Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, dan pihak rekanan yang terlibat dipanggil dan diperiksa.
Selain itu, mahasiswa meminta agar setiap rupiah kerugian negara dikembalikan, serta pelaku yang terbukti bersalah dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi sesuai undang-undang yang berlaku.
“Bagi mahasiswa, isu ini bukan sekadar tentang uang, melainkan tentang masa depan pendidikan anak-anak di pelosok daerah. “Jika dana BOS saja dikorupsi, bagaimana kita bisa bicara soal mutu pendidikan? Ini soal moral bangsa,” seru salah satu orator.
Mereka berharap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara tidak tinggal diam. “Kami percaya institusi Adhyaksa masih punya keberanian untuk menegakkan keadilan. Jangan biarkan dunia pendidikan kita dirusak oleh kerakusan,” tutup Syahril.
Aksi berakhir dengan doa bersama dan penyerahan surat resmi tuntutan kepada perwakilan Kejati Sumut. Meski panas mulai menyengat dan suara mulai serak, semangat mahasiswa tak surut. Bagi mereka, perjuangan melawan korupsi adalah bagian dari menjaga masa depan bangsa.









