Scroll untuk baca artikel
#
Teknologi

Kota Hijau Kesejukan Hayati

151
×

Kota Hijau Kesejukan Hayati

Sebarkan artikel ini
Google image Kota hijau

Wartaindonesia.org. Medan. Kota Hijau, terbayang dibenak kita, sebuah kota dengan kesejukan hayati dengan rimbunan pohon kehijauan alami sepanjang koridor jalanan kota. Idealnya kota hijau ditumbuhi dengan berbagai tanaman penyejuk iklim yang mempunyai ruang terbuka hijau di atas 30 persen dari luas kota. Penentuan persentase sebesar 30 % ini didasarkan atas Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Pemahaman ini diantaranya ditandai dengan lahirnya upaya-upaya swadaya masyarakat dalam menanam pohon, membangun rumah yang memiliki ruang terbuka hijau, mengolah sampah, dan hemat dalam menggunakan air. Melihat laju perkembangan pembangunan fisik perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hunian warganya sering tidak sebanding dengan usaha-usaha mempertahankan kualitas kehidupan masyarakat. Contoh sederhana adalah pembangunan pemukiman, pusat bisnis atau pertokoan dan daerah industri yang tidak sepadan dengan luasan daerah terbuka hijau yang seharusnya dimiliki oleh suatu daerah perkotaan atau daerah yang sedang berkembang.

Dampak dari pembangunan kota ini adalah minimnya ruang terbuka hijau yang menjadi hak kota dan warganya. Padahal ruang terbuka hijau mempunyai fungsi menyerap racun dari industri dan kendaraan bermotor, penghasil oksigen, penyeimbang iklim, kontrol resapan air, pengendali banjir, tempat yang bernilai estetika dan rekreasi gratis. Disamping itu terjaminnya habitat hidup bagi satwa yang ada di dalamnya..

Konsep Kota Hijau

Apakah itu Kota hijau ?, yakni kota yang ramah lingkungan efektifas dan efisiensi dalam menggunakan sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan alami dan buatan, yang berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam lingkungan, sosial, dan ekonomi.      Kota Hijau memiliki 8 atribut dalam hal prosesnya yaitu: (1) Green Planning and Desain, (2) Green Community (Peran serta aktif masyarakat), (3) Green Building, (4) Green Energy, (5) Green Water, (6) Green Transportation, (7) Green Waste, (8) Green Openspace. Green City pada dasarnya adalah green way of thinking dimana perlu ada perubahan pola pikir manusia terhadap keberlanjutan lingkungan.

READ  Inovasi Teknologi Terbaru: Harapan di 2023

Pada World Cities Summit 2024 yang diselenggarakan di Singapura acara global yang dihadiri para pemimpin pemerintahan dan pemangku kepentingan industri untuk berkolaborasi dan membangun kota yang lebih baik.  Dalam konferensi tersebut, para wali kota dari seluruh dunia berbicara tentang jiwa kota yang ditentukan oleh penduduknya. Sangat mudah untuk melihat sebuah kota karena bangunannya yang berkilau dan futuristik, namun pada akhirnya, penduduklah yang memberinya energi, karakter, dan makna kota tersebut. “Faktor dan aktor terpenting dalam semua ini, bukan hanya masyarakat, namun generasi muda kita, yang sebagian besar akan tinggal di kota dan membangunnya,” kata Alvin Tan, Menteri Perdagangan dan Industri sekaligus Menteri Kebudayaan, Komunitas, dan Pemuda Singapura dalam pidatonya.

Pertemuan ini disepakati bahwa kota pada masa datang penduduk kota harus hidup selaras dengan lingkungan demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Kota dan desa harus dirancang sedemikian rupa menjadi lingkungan yang sehat yang mampu menciptakan kehidupan yang berkualitas dengan menjaga ekosistem.Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya mendorong terwujudnya kota hijau khususnya melalui perwujudan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang terdiri dari Sosialisasi, Pembuatan Peta Hijau (Green Map), Penyusunan Rencana Aksi Kota Hijau dan Masterplan, Pembuatan Dokumen Perencanaan Teknis (DED) dalam rangka implementasi RTRW kota/kabupaten serta Implementasi Fisik RTH pada beberapa lokasi terpilih.

Problematika Kota Medan

Medan, sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara merupakan kota yang perkembangannya cukup pesat, dilihat dari pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kawasan terbangun, dan indikator pertumbuhan lainnya, sesuai dengan fungsinya, dengan peran demikian maka tuntutan terhadap peningkatan aktivitas kota menjadi sangat meningkat. Implikasi dari tuntutan tersebut dalam konteks keruangan adalah meningkatnya kebutuhan terhadap lahan terutama sebagai penunjang kegiatan perkotaan, perumahan, perdagangan dan industri.

READ  Mengenal Sumber Energi Terbarukan Buhjji

Kota Medan dengan luas 265,10 kilometer persegi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Kota Medan berpenduduk 2.460.858 jiwa pada tahun ini. Penduduk sebanyak itu tersebar di 21 kecamatan. Kepadatan penduduk Kota Medan mencapai 9.283 jiwa/km². Kecamatan Medan Perjuangan merupakan yang wilayah terpadat dengan 25.533 jiwa/km². Sedangkan kecamatan yang paling jarang adalah Kecamatan Medan Labuhan sebanyak 3.698 jiwa/km².

Tingkat kepadatan tersebut relatif tinggi, sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus diantisipasi. Apalagi dengan luas lahan yang relatif terbatas, sehingga berpeluang terjadi ketidak seimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada serta tingginya tuntutan aktifitas kota yang semakin menggusur kebutuhan akan ruang terbuka hijau kota.

Jalan Panjang

Dari berbagai problem kota-kota tersebut, pembangunan kota hijau walau masih merupakan jalan panjang dan berliku, bukan berarti kita harus larut, perlu keberanian dalam mengambil sikap. Kota hijau menjadi pilihan penting untuk segera diwujudkan. Sebagaimana kita ketahui kota-kota besar seperti; Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Palembang, Medan dan kota-kota lainnya. Kota-kota besar ini jauh dari konsep kota hijau.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai instrumen kota hijau merupakan ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai kawasan pertamanan kota, , hutan kota, rekreasi kota, kegiatan olah raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau perkarangan (Immendagri no 14/1998).

Program Pengembangan Kota Hijau atau lebih disingkat dengan nama P2KH merupakan salah satu program peningkatan penataan kawasan berupa RTH melalui anggaran kewenangan Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum RI. Program ini sebagai implemetasi pola penataan ruang sekaligus reward bagi Kabupaten/Kota yang telah menyelesaikan RTRW Kabupaten/Kota sebagai lokasi P2KH. Di dalam kegiatan program P2KH dimanfaatkan sebagai upaya mendorong terwujudnya kota hijau khususnya melalui perwujudan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdiri dari Penyusunan Rencana Aksi Hijau, yang berisi Pembuatan Peta Hijau (green map)

READ  Pemikiran Berdaya Cipta

Sudah saatnya Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) kegiatan yang telah dirintis oleh Kementerian Pekerjaan Umum c.q. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, merupakan salah satu langkah nyata pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten dalam memenuhi ketetapan UUPR, terutama terkait pemenuhan luasan RTH perkotaan, sekaligus menjawab tantangan perubahan iklim di Indonesia.

Dalam menuju kota hijau, perlu diwujudkan suatu bentuk pengembangan kawasan perkotaan yang mengharmonisasikan lingkungan alamiah dan lingkungan buatan. Upaya untuk membangkitkan kepedulian masyarakat dan mewujudkan keberlangsungan tata kehidupan kota, antara lain dapat dilakukan dalam bentuk perwujudan Kota Hijau.

Kota Hijau merupakan kota yang dibangun dengan terus menerus memupuk semua aset kota meliputi manusia, lingkungan terbangun, sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota Hijau juga merupakan kota yang melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Pengembangan Kota Hijau juga berarti pembangunan manusia kota yang berinisiatif dan bekerjasama dalam melakukan perubahan dan gerakan bersama.

Pengembangan Kota Hijau di Sumatera Utara khususnya kota Medan memerlukan gerak bersama seluruh unsur pemangku kepentingan kota. Pengembangan Kota Hijau memerlukan perubahan, inovasi, prakarsa mendasar dari praktek hingga nilai-nilainya. Selamat datang kota Medan yang hijau, walau harus menjadi penantian panjang dan berliku, menjadi dekat dan nyata apabila kita berjuang bersama dalam mencapainya.

Penulis : Tauhid Ichyar.

Pemerhati Lingkungan