Kegiatan studi banding yang dilaksanakan SMAN 1 Sunggal ke Bandung kini menuai sorotan tajam. Pasalnya, perjalanan yang juga diwarnai keberangkatan Kacabdis Wilayah I Yafizham Parinduri bersama puluhan kepala sekolah SMA se-Kabupaten Deli Serdang itu diduga menggunakan dana sekolah tidak sesuai prosedur. Dugaan ini semakin kuat setelah terbit dua surat tugas dari Dinas Pendidikan Sumut untuk para kepala sekolah, serta surat tugas dari Sekda Sumut untuk Kacabdis Wilayah I.
Dana BOS yang diterima semestinya diprioritaskan untuk kegiatan operasional sekolah, kebutuhan pembelajaran, pemeliharaan fasilitas, dan pengembangan program pendidikan siswa. Namun, sejumlah sumber menyebut sebagian dana justru digunakan untuk membiayai studi banding ke Bandung. “Dana BOS diprioritaskan untuk operasional pendidikan siswa, bukan perjalanan kepala sekolah atau staf. Jika benar digunakan di luar peruntukan, itu sudah menyalahi aturan,” tegas Depris Rolan Sirait, praktisi hukum pendidikan, Sabtu (27/09/2025).
Seorang sumber internal sekolah juga menyebut biaya studi banding mencapai sekitar Rp150 juta untuk transportasi, akomodasi, dan konsumsi. Dana itu diduga berasal dari BOS dan sumbangan tidak resmi orang tua siswa.
Rombongan studi banding berangkat pada awal Februari 2025. Agenda perjalanan meliputi kunjungan ke sekolah-sekolah unggulan di Bandung, workshop, serta pertemuan dengan pihak penerbit lokal. Namun, dugaan penyalahgunaan anggaran mengemuka karena tidak ditemukan dokumen resmi Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) maupun bukti pengeluaran yang mengalokasikan dana untuk kegiatan tersebut.
“Transparansi anggaran itu wajib. Setiap kegiatan harus tercatat dalam RKA dan bisa diaudit. Jika dana BOS digunakan tanpa prosedur resmi, hal itu bisa masuk kategori gratifikasi atau penyalahgunaan,” jelas Fitriani Lubis, akademisi bidang pendidikan dan pemerintahan.
Pihak sekolah SMAN 1 Sunggal, Asron Batubara, S.Pd, M.Si (kepsek) membantah adanya sponsor pihak ketiga seperti penerbit dalam pendanaan kegiatan tersebut. Mereka menyebut keberangkatan hingga kepulangan seluruh peserta menggunakan dana pribadi, bukan Dana BOS ataupun sumbangan orang tua.
Namun, bantahan itu justru dipandang bermasalah oleh Depris Rolan Sirait. “Kalau benar dibiayai dengan uang pribadi Kacabdis Wilayah I dan puluhan kepala sekolah, sekilas terlihat gagah karena mandiri. Tapi secara hukum, itu salah dan membuka celah praktik korupsi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Pergub Sumut No. 6 Tahun 2025 tentang APBD sudah mengatur jelas bahwa setiap program resmi ASN harus menggunakan anggaran negara yang dialokasikan, bukan dana pribadi.
Sementara itu, Inspektorat Kota Medan masih bungkam terkait dugaan penyalahgunaan anggaran ini. Sejumlah wali murid pun mengaku kecewa. “Kami mendukung peningkatan mutu pendidikan, tapi penggunaan dana publik harus jelas dan transparan. Kalau ada penyimpangan, itu pasti merugikan siswa,” ujar Hendra Srg, salah satu wali murid.
Praktisi pendidikan dan hukum meminta pemerintah daerah segera melakukan audit terbuka terhadap kegiatan ini. Pemeriksaan harus meliputi dokumen RKA, bukti pengeluaran, laporan pertanggungjawaban, serta sumber dana tambahan dari orang tua atau pihak ketiga.
Langkah tersebut diharapkan mampu memastikan bahwa Dana BOS dan APBD dikelola sesuai aturan. Lebih dari itu, audit juga penting untuk menjaga integritas sekolah sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan pendidikan di Kota Medan.