Medan – Wartaindonesia.org- Semangat kebangsaan dan kolaborasi menyala di Aula Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Jumat (12/9/2025). Ratusan pemuda dan pelajar dari berbagai latar belakang organisasi berkumpul dalam acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI yang dihelat oleh Anggota MPR RI, K.H. Muhammad Nuh. Acara ini tidak sekadar menjadi ajang sosialisasi, melainkan sebuah deklarasi generasi muda Medan untuk menjaga persatuan dan mengisi kemerdekaan.
Acara yang digelar atas kolaborasi antara MUI dan ADSU ini menekankan pentingnya pemahaman mendasar tentang kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bekal untuk membangun Indonesia ke depan.
Dalam pemaparannya, K.H. Muhammad Nuh menyampaikan bahwa empat pilar kebangsaan, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika bukanlah materi usang yang hanya dihafal.
“Pemuda adalah arsitek peradaban. Kalian yang akan menentukan wajah Indonesia 20-30 tahun ke depan. Untuk membangun gedung peradaban yang kokoh, fondasinya harus kuat. Empat pilar inilah fondasi itu,” ungkap Nuh
Nuh menekankan, pendekatan yang digunakan bukan indoktrinasi, melainkan dialog interaktif. Ia mengajak para peserta untuk melihat empat pilar sebagai nilai-nilai hidup yang aplikatif dalam keseharian, mulai dari menjaga toleransi di media sosial, menghargai perbedaan di kampus dan sekolah, hingga berperan aktif dalam pembangunan.
“Kolaborasi adalah kuncinya. Seperti hari ini, kita berkumpul bukan sebagai satu kelompok saja, tetapi sebagai Ikatan Pemuda dan Pelajar se-Kota Medan. Ini adalah cerminan Bhinneka Tunggal Ika yang nyata. Perbedaan kita adalah kekuatan, bukan kelemahan,” ujarnya disambut tepuk tangan meriah.
Ahmad Rizki, salah satu perwakilan dari Ikatan Pelajar Medan, menyatakan bahwa acara seperti ini sangat dibutuhkan. “Seringkali kami hanya belajar teori di sekolah. Di sini, kami diajak untuk mendiskusikan dan melihat langsung bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa menjadi solusi atas masalah yang kami hadapi sehari-hari, seperti perundungan atau intoleransi,” ujarnya.
Sementara itu, Sari Dewi, perwakilan dari sebuah organisasi pemuda, mengapresiasi pendekatan yang segar dan mudah dipahami. “Pak Nuh menyampaikannya dengan bahasa kami, bahasa anak muda. Jadi tidak terkesan menggurui. Kami merasa dilibatkan dan diajak berpikir kritis tentang masa depan bangsa yang kami punya andil di dalamnya,” tuturnya.
Acara yang berlangsung khidmat dan penuh semangat ini ditutup dengan komitmen bersama untuk menyebarluaskan semangat dan nilai-nilai empat pilar ini dalam lingkup masing-masing. Mereka sepakat bahwa pemuda bukan hanya sebagai penerus bangsa, tetapi lebih sebagai pelopor bangsa yang aktif merajut keindonesiaan melalui karya, kolaborasi, dan persatuan.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa upaya memupuk rasa cinta tanah air dan memperkuat wawasan kebangsaan harus dilakukan dengan pendekatan yang relevan, partisipatif, dan mengedepankan semangat kolaborasi antar-generasi dan antar-elemen masyarakat. (Red)