Padang Lawas, 19 September 2025 – Sejumlah Aktivis mahasiswa yang selama ini aktif mengawal kepentingan petani dan masyarakat kecil menyampaikan aksi unjuk rasa terkait adanya dugaan praktik kecurangan penjualan pupuk bersubsidi di Kabupaten Padang Lawas, tepatnya di Kecamatan Huristak.
Mereka menilai, masih adanya kios resmi dan pengecer yang mempermainkan harga pupuk subsidi merupakan tindakan memalukan sekaligus merugikan petani kecil. Pupuk bersubsidi seharusnya menjadi hak petani sebagaimana telah diatur negara untuk meringankan biaya produksi, namun justru dijadikan ladang mencari keuntungan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
“Bayangkan, pupuk Urea yang seharusnya dijual Rp112.500 per sak justru dipatok jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Itu sama saja merampas keringat petani dan jelas melawan hukum,” ujar salah satu perwakilan mahasiswa.
Regulasi terkait pupuk subsidi sebenarnya sudah jelas. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 junto Nomor 1 Tahun 2024 menegaskan kewajiban kios resmi menjual pupuk sesuai HET serta larangan menimbun maupun mempermainkan distribusi. Bahkan Permendag Nomor 4 Tahun 2023 memberi sanksi tegas bagi pelanggar, mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha. Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 107 mengancam pelaku perdagangan ilegal dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar.
Aktivis Mahasiswa mengingatkan bahwa praktik penjualan pupuk subsidi di atas HET juga bertolak belakang dengan agenda besar Presiden Prabowo Subianto terkait ketahanan pangan nasional. Program pemerintah yang bertujuan melindungi petani kecil serta menjamin ketersediaan pupuk murah bisa terganggu hanya karena ulah mafia pupuk yang mementingkan keuntungan pribadi.
Berdasarkan laporan masyarakat dan investigasi lapangan, sejumlah kios di Kabupaten Padang Lawas diduga kuat melakukan penjualan pupuk subsidi melebihi HET. Beberapa di antaranya adalah UD. HSB (Pasar Huristak), UD. Sahabat Tani (Pasar Huristak), UD. Sinar Jaya II (Tobing Jae), UD. Tani Maju (Tarsihoda–Hoda), UD. Putri Wahyuni (Paran Tonga), UD. Rasyid (Ganal), serta UD. Tani Jaya (Tarsihoda–Hoda).
Dalam aksi tersebut, aktivis mahasiswa menyampaikan lima poin tuntutan. Pertama, meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan kecurangan distribusi dan penjualan pupuk subsidi di atas HET di wilayah Kabupaten Padang Lawas, khususnya di kios-kios yang disebutkan. Kedua, mendesak agar pelaku dijerat dengan pasal pidana perdagangan ilegal sesuai UU Nomor 7 Tahun 2014 jika terbukti bersalah.
Ketiga, aktivis mahasiswa meminta Kejati Sumut mengusut keterlibatan jaringan mafia pupuk, mulai dari kios pengecer hingga distributor yang diduga ikut bermain harga. Keempat, mendesak sanksi tegas berupa pencabutan izin usaha, pemutusan kontrak kerja sama, serta penuntutan pidana terhadap pengecer nakal. Dan kelima, mereka mendorong Kejati Sumut untuk menjadikan kasus ini sebagai prioritas penegakan hukum demi melindungi petani kecil sekaligus mendukung program ketahanan pangan Presiden Prabowo Subianto.
“Jangan biarkan mafia pupuk bercokol dan menindas petani kecil. Negara sudah hadir dengan regulasi yang jelas, tinggal bagaimana aparat menegakkannya,” tegas salahsatu aktivis.