Jakarta, wartaindonesia.org – Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya terhadap informasi palsu yang menyebar luas di media sosial maupun pesan berantai, yang menyebutkan bahwa tanah-tanah milik warga akan diambil negara pada tahun 2026. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan tegas membantah informasi tersebut.
Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, menjelaskan bahwa dokumen kepemilikan lama seperti girik, verponding, dan letter C tetap sah digunakan sebagai dasar pembuktian hak atas tanah. Dokumen-dokumen ini menjadi alat bukti penting dalam proses pendaftaran tanah.
“Kalau giriknya ada, tanahnya juga ada, dan pemiliknya masih menguasai tanah tersebut, maka tidak mungkin negara akan mengambil alih tanah itu,” tegas Asnaedi, Selasa (1/7), di Jakarta.
Menurutnya, kabar yang menyebutkan bahwa tanah tanpa sertifikat akan diambil negara pada tahun 2026 adalah hoaks yang menyesatkan dan meresahkan masyarakat. Ia mengajak masyarakat untuk lebih cermat menyaring informasi, terutama yang berkaitan dengan kepemilikan tanah dan kebijakan pertanahan.
Lebih lanjut, Asnaedi mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan tanah yang belum bersertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang terus digencarkan pemerintah. Dengan mendaftarkan tanah, masyarakat tidak hanya memperoleh kepastian hukum, tetapi juga perlindungan atas hak miliknya.
“Inilah saat yang tepat untuk mendaftarkan tanah dan mendapatkan sertipikat sebagai bukti hak yang kuat secara hukum,” ujarnya.
Kementerian ATR/BPN juga mengimbau masyarakat untuk mengakses informasi resmi hanya melalui saluran yang kredibel, termasuk situs web dan media sosial resmi instansi pemerintah, guna menghindari kesalahan informasi. (REL/BS/KSR)