Scroll untuk baca artikel
#
Nasional

Hutan Mangrove Penyanggah Lingkungan Alami

306
×

Hutan Mangrove Penyanggah Lingkungan Alami

Sebarkan artikel ini
hutan google image

Wartaindonesia.org. Medan. Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air.  Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Fungsi hutan bakau sangat strategis. Selain sebagai penahan banjir air pasang atau rob, juga pelindung dari gelombang tsunami dan sumber makanan serta oksigen biota laut. Sebagai garda terdepan penyanggah sebuah daratan, hutan bakau juga menjadi rumah atau tempat dari berbagai macam fauna, bahkan beberapa diantaranya masuk kedalam daftar fauna langka yang harus dilindungi.Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia.

Habitat Perairan Asin

Kayu bakau, keras dan liat, setiap kita mengenalnya sebagai bahan bangunan untuk cerocok penahan tanah dari gerusan air atau bahan dasar pembuatan arang. Diera tujuh puluh sampai delapan puluhan kayu ini banyak digunakan sebagai bahan bangunan. Bahkan sebagian masyarakat masih menyeterika pakaian menggunakan bahan arang kayu ini. Namun pernahkah kita menyadari betapa besarnya fungsi dan kegunaan hutan bakau bagi kelestarian lingkungan kita ?.Kelestarian ekosistem hutan bakau menjadi harapan ketersediaan sumber air bersih. Seringkali kita lalai akan peran besar yang didapat akan kehadiran hutan bakau. Peran dan fungsi penting hutan bakau selalu terkalahkan oleh kepentingan pembangunan hutan beton yang kadangkala menggerus tatanan lingkungan pantai. Sebuah kondisi yang sungguh sangat memprihatinkan.

Vegetasi hutan bakau di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada habitat perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga; Avicennia, Sonneratia,Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen 2000).

READ  Sediakan 79.925 Hektare Tanah untuk Program Tiga Juta Rumah, Menteri Nusron Akan Pastikan Potensinya Awal Tahun Depan

Kebaradaan hutan bakau Indonesia juga menyandang gelar sebagai hutan bakau terbaik di kawasan Asia. Dikatakan terbaik karena bakau Indonesia memiliki bentuk yang tinggi, sedangkan kawasan lain tumbuh sangat kerdil. Bukan hanya beraneka jenis fauna burung, tapi di hutan tersebut juga menjadi tempat hidup biawak, berang-berang, berbagai jenis ular dan jenis monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang juga tergolong langka, serta berang-berang (Aonix cinnerea). Hutan bakau juga menjadi tempat berlindung, tempat asuhan dan tempat berkumpul bagi ikan-ikan kecil.

Kerusakan Hutan Manggrove.

Umumnya ekosistem hutan bakau merupakan sumber daya alam (natural resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat pantai. Hutan bakau mudah dijangkau berdampingan dengan pemukiman nelayan karena berada pada kawasan yang cukup terbuka, sementara potensi hutan bakau cukup tinggi yang didukung kemudahan dalam mendapatkan dan pemasaran hasilnya. Melihat potensi yang tinggi ini wajar saja kalau degradasi hutan bakau berlangsung cukup signifikan.

Degradasi hutan bakau di Sumatra Utara karena adanya peralihan fungsi menjadi tambak ikan serta udang, perkebunan kelapa sawit, hingga penebangan liar yang dilakukan sejumlah oknum dengan tujuan menjadikan bahan dasar pembuatan arang. Fenomena ini terbilang miris karena pada dasarnya mangrove bukanlah sembarang hutan yang semak, melainkan mempunyai berbagai macam manfaat khususnya bagi masyarakat.

Luas eksiting mangrove di Sumut mencapai 57.490 hektare dengan kondisi mangrove lebat seluas 42.500 hektare atau 74 persen, mangrove sedang seluas 6.112 hektare atau baik 11 persen dan mangrove jarang seluas 8.878 hektare atau 15 persen. Potensi mangrove seluas 29.417 hektare dengan areal ter-abrasi seluas 72 hektare atau 0,3 persen, lahan terbuka 2.891 hektare atau 9,9 persen, mangrove terabrasi 153 hektare atau 0,8 persen, tambak 9.418 hektare atau 32 persen dan tanah timbul 16.883 hektare atau 57 persen. (ANTARA)

READ  Tinjau Lokasi Terindikasi Manipulasi Data di Kawasan Pagar Laut Bekasi, Menteri Nusron Akan Tindak Tegas Pelaku

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) telah menyusun target indikatif percepatan rehabilitasi mangrove di Sumut dengan total 50.674 hektar pada 2021-2024. Ekosistem mangrove yang ada saat ini pun perlu direhabilitasi karena terdiri dari mangrove jarang dan mangrove sedang. BRGM pun menyebut akan merehabilitasi 7.900 hektar hutan mangrove pada 2023 dan 2024. (www.goodnewsfromindonesia.id)

Di Sumatera Utara sendiri sampai saat ini terdapat 47 kelompok masyarakat penggiat ekosistem mangrove dengan skema perhutanan sosial dan penanaman mangrove yang hingga pertengahan Maret ini mencapai luasan 8.307 hektare. Sebagian masyarakat dalam memenuhi keperluan hidupnya memanfaatkan ekosistem mangrove. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Selain itu, menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi yang selalu meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah darat, penyakit malaria dan lainnya.

Potensi Alami

Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan, air dan alam sekitarnya. Secara fisik hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai penahan abrasi pantai, penahan intrusi/peresapan air laut, penahan angin, menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.Gelombang air laut yang tertahan pada pinggiran daratan hutan mangrove tergenang oleh air laut kemudian mengalami proses evaporasi karena adanya perbedaan suhu dan kelembaban.

Ekosistem mangrove, suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau. Tanaman mangrove sendiri sebenarnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi namun masyarakat pantai dan sekitarnya tidak terlalu memahami hal tersebut, karena lebih melihat mangrove dari manfaat kayunya. Ekosistem manggrove selain dapat memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat juga dapat meningkatkan nilai ekonomi hutan mangrove bagi masyarakat yang tinggal disekitar hutan mangrove.

READ  Temui Jajaran Kanwil BPN Provinsi Papua dan Sumatra Utara secara Daring, Menteri Nusron: Kita Harus Melayani Rakyat

Mengatasi permasalahan kekurangan air bersih merupakan hal yang sangat mendesak, khususnya kawasan pesisir pantai. Walaupun sebenarnya sumber air sangat melimpah namun sulit untuk mengelola air tersebut menjadi air bersih yang dapat digunakan. Potensi tersebut dapat berasal dari air laut, air tanah, air hujan, air sungai, bahkan air dari hasil evapotranspirasi juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Salah satu potensi terbesar adalah air laut yang sangat luas dan di pinggir pantainya cukup banyak ditumbuhi tanaman seperti rhizophora, bruguiera, avicennia dan tanaman pantai lainnya. Tanaman tersebut berada di hutan mangrove dimana menjadi salah satu faktor kunci dalam pengelolaan air secara alami dengan proses transpirasi. Tentu agar air dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengelolahan air secara profesional dengan ketahanan ekosistem manggrove yang terpelihara dan terjaga.

Penulis : Tauhid Ichyar

Pemerhati Lingkungan Hidup